Belanja Laptop Rp 17 T Kemendikbudristek Adalah Pemborosan
Vox Point Indonesia dan NU Circle kembali mengadakan acara diskusi daring dua (2) mingguan bertajuk NGOPI SEKSI (Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi), Minggu (8/8) lalu. Temanya "Belanja Laptop 17 T vs Rekruetmen Guru ASN: Mana Yang Prioritas?"
Pembawa acara Ngopi Seksi atau Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi Indra Charismiadji. Foto: Capture YouTube |
Tetapi kebijakan-kebijakan lain, sebut Indra seperti rekrutmen guru ASN yang harusnya dimulai sejak Mei 2021 dengan target 1juta guru ditinggalkan begitu saja. Sampai sekarang tidak ada kejelasan tentang nasib para guru ini.
“Kami tidak ingin Kemendikbudristek punya program yang kandas ditengah jalan. Yang satu belum berjalan, yang lain sudah mau dijalankan dengan anggaran yang lebih besar dan punya potensi kandas ditengah jalan juga. Semua program harusnya berjalan dengan baik,” kata Indra, pengamat pendidikan dari Vox Point Indonesia ini.
Diskusi dimulai dengan pemaparan dari Suryoprayudo, founder PT DUGI yang merupakan partner resmi Google for Education. Beliau menjelaskan tentang laptop chromebook memang berbeda dengan laptop-laptop yang selama ini beredar di pasaran.
Laptop chromebook adalah laptop dengan lisensi milik Google yang dapat dipasarkan dengan berbagai macam merk. Laptop ini menjadi salah satu favorit untuk pelajar karena harganya murah, tidak membutuhkan tempat penyimpanan yang besar karena dari mulai sistem operasi, penyimpanan, aplikasi menggunakan teknologi komputasi awan (cloud) yang gratis dari Google.
“Laptop chromebook ini juga dapat dikontrol misalnya kapan bisa digunakan, kapan dimatikan, situs apa yang bisa dibuka, aplikasi apa yang boleh digunakan dan lain sebagainya. Jadi ini sangat cocok untuk pendidikan,” papar Suryo.
Ketika ditanya apakah harga laptop chromebook yang dibeli Kemendikbudristek terlalu tinggi dibandingkan pasar, yang diproyeksikan mencapai Rp 10 juta per unit, Suryo mengatakan bahwa harga tersebut sudah termasuk dengan device management education upgrade yang tidak termasuk dalam chromebook di pasar bebas. "Tentunya ada mekanisme niaga yang berbeda saat pemerintah melakukan pembelian," tuturnya.
Menanggapi penjelasan Suryo, Ketua Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja, sebagai pengguna chromebook, memberikan pandangan bahwa chromebook kurang tepat digunakan di Indonesia.
Baca Juga: Luhut Dituduh Beli Saham Zyrex, Ini Kata Jubir Menko Marves
Chromebook itu bagaikan ponsel berukuran besar yang membutuhkan internet agar dapat berfungsi dengan baik. Tanpa internet, tidak banyak yang dapat dilakukan dengan penyimpanan sebesar 32GB apalagi aplikasi selain Google tidak dapat diinstal pada perangkat ini.
“Kita tahu Indonesia akses internetnya masih sangat terbatas, jangan sampai laptop-laptop ini hanya digunakan sebagai ganjal pintu saja,” gurau Ardi.
Ardi juga menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Suryo tentang laptop chromebook yang bisa dikontrol ini berpotensi untuk disalahgunakan.
“Ini berarti kita malah bergantung total sama asing, karena semua sistem operasi, penyimpaan, aplikasi, dan lain-lain menggunakan teknologi asing yang katanya gratis. Kita tahu di dunia ini tidak ada yang gratis," terangnya.
Ia khawatir, data-data pendidikan bakal dimanfaatkan oleh perusahaan asing yang memang cari uangnya dengan cara berjualan data digital. Alih-alih berniat mau mandiri dengan menggunakan merk lokal, tapi kenyataannya malah bergantung pada asing.
"Karena isi laptopnya dapat dikontrol oleh perusahaan asing tersebut. Siapa yang jamin tidak akan dimonetasi, siapa yang jamin kerahasiaan data, kita sendiri belum punya undang-undang kerahasiaan data,” tambah Ardi dengan nada khawatir.
Kekhawatiran ternyata juga muncul dari para guru seperti yang disampaikan Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim. Ia berharap pemilihan laptop chromebook yang akan dibeli Kemendikbudristek untuk sekolah-sekolah ini sudah melalui kajian dan merupakan pilihan terbaik bagi Indonesia.
"Bukan karena telah menanamkan modal di Gojek. Para guru berharap kebijakan ini bukan untuk kepentingan bisnis semata," sentilnya.
“Kita tahu Indonesia akses internetnya masih sangat terbatas, jangan sampai laptop-laptop ini hanya digunakan sebagai ganjal pintu saja,” gurau Ardi.
Ardi juga menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Suryo tentang laptop chromebook yang bisa dikontrol ini berpotensi untuk disalahgunakan.
Baca Juga: Indonesia Ikut Jejak Proyek Laptop Gagal Malaysia?
Ia khawatir, data-data pendidikan bakal dimanfaatkan oleh perusahaan asing yang memang cari uangnya dengan cara berjualan data digital. Alih-alih berniat mau mandiri dengan menggunakan merk lokal, tapi kenyataannya malah bergantung pada asing.
"Karena isi laptopnya dapat dikontrol oleh perusahaan asing tersebut. Siapa yang jamin tidak akan dimonetasi, siapa yang jamin kerahasiaan data, kita sendiri belum punya undang-undang kerahasiaan data,” tambah Ardi dengan nada khawatir.
Kekhawatiran ternyata juga muncul dari para guru seperti yang disampaikan Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim. Ia berharap pemilihan laptop chromebook yang akan dibeli Kemendikbudristek untuk sekolah-sekolah ini sudah melalui kajian dan merupakan pilihan terbaik bagi Indonesia.
"Bukan karena telah menanamkan modal di Gojek. Para guru berharap kebijakan ini bukan untuk kepentingan bisnis semata," sentilnya.