Ketua PAN: Lomba BPIP Tak Produktif dan Tak Kontekstual

Lomba karya tulis yang diadakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dikritik banyak pihak. Tak terkecuali datang dari Partai Amanat Nasional (PAN).


Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay. Foto: DPR 

    JAKARTA - Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay menilai lomba yang diadakan BPIP dinilai tidak produktif dan tidak kontekstual. Alasannya, lomba menulis dengan 2 tema yang sudah ditentukan, yakni Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam' itu diyakini tidak akan mampu meningkatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila.

    "Juga tidak kontekstual karena temanya sangat jauh dari kondisi kekinian yang dihadapi bangsa Indonesia," kata Saleh dalam keterangannya, Senin (14/8).

    Kedua tema lomba yang ditentukan BPIP itu sebutnya, tidak perlu dan tidak urgent untuk dibahas. Sebab, sejak zaman perjuangan kemerdekaan, hormat bendera dan lagu kebangsaan tidak pernah dipersoalkan. Para ulama dan para santri selalu menjunjung tinggi dan menghormati eksistensi bendera negara dan lagu kebangsaan.

    "Secara metodologis, tidak ada rumusan masalahnya. Kalau tidak ada rumusan masalahnya, apa yang mau ditulis?" tanya Ketua Fraksi PAN di DPR ini.

    Sebelum ditulis pun, sambung Saleh, orang pasti akan mengetahui bahwa kesimpulannya Islam tidak mempermasalahkan hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Sebab, itu adalah bagian dari perwujudan cinta tanah air.

    "Sementara, cinta tanah air adalah bagian dari iman," tandasnya.

    Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini bilang ada banyak tema yang lebih tepat untuk diajukan. Bahkan, tema-temanya sangat aktual dengan kondisi kekinian.

    "Katakanlah, misalnya; Bantuan Sosial di Era Pandemi Dalam Perspektif Pancasila, Meneguhkan Nilai Persatuan dan Gotong Royong di Masa Pandemi, Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan Sebagai Manifestasi Keadilan Sosial, Mengungkap Nilai-nilai Spritualitas di Balik Pandemi Covid-19, dan lain-lain," sebutnya.

    Meskipun temanya tidak spesifik menyebut kata santri, tetapi dipastikan bahwa para santri sangat menguasai tema-tema tersebut. Tinggal mencari referensi agar bisa diaktualisasikan sesuai dengan tema yang diminta.

    "Lagian, tema-tema seperti itu juga sangat relevan dalam upaya pemaknaan dan pembumian nilai-nilai Pancasila. Kalau bikin judul dan tema, jangan terkesan dipersempit untuk menyudutkan kelompok tertentu. Bisa jadi, yang membuat tema tidak merasakan, tetapi orang lain justru sangat merasa dan tersinggung," sesal anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Utara II ini.

    Ia menilai BPIP ini sudah sering membuat polemik dan hiruk-pikuk. Yang harusnya, hal-hal seperti itu dihindari. Apalagi, di saat semua pihak fokus menghadapi pandemi Covid-19 dengan berbagai varian baru yang agresif.

    "Sudah semestinya, berbagai program kementerian lembaga diarahkan pada upaya mencari solusi terhadap masalah yang kita hadapi," harapnya.

    Solusi itu, lanjut Saleh bisa bentuknya bantuan fisik. Bisa pemikiran. Tapi kalau menyoal hormat bendera dan lagu kebangsaan, menurutnya tidak solutif. Sebab, hal itu tidak pernah dipersoalkan. Sehingga tidak perlu dicarikan solusi.

    "Kasihan juga nih BPIP. Banyak disorot masyarakat. Bahkan, ada yang minta dibubarkan. Akhirnya, kita sendiri malah tidak enak untuk ikut berkomentar soal eksistensi BPIP tersebut," pungkasnya.