Produktifitas Sawit Rendah, Ditjen Perkebunan Akan Uji DNA Benih PSR

Benih ilegitim atau mariless bikin produktifitas rendah
Rendahnya produktivitas menjadi masalah utama perkebunan sawit rakyat saat ini. Apalagi dengan tanaman sudah tua yang menggunakan bibit ilegilitim membuat produksi tandan buah segar (TBS) jauh dari potensi sebenarnya.

Direktur Perbenihan Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Saleh Mokhtar. Foto: IST

JAKARTA - Untuk itu pemerintah pun akan melakukan uji DNA benih pada program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Hal tersebut terungkap dalam Webinar dan Live Streaming “Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit” seri 7, yang diselenggarakan Media Perkebunan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Direktur Perbenihan Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Saleh Mokhtar mengatakan, salah satu tantangan saat ini adalah tingkat produktivitas yang masih rendah. Rata-rata produktivitas sawit petani hanya 2 ton/Ha. Sedangkan potensinya bisa mencapai 6 ton/Ha. 

Menurut Saleh, rendahnya produktivitas sawit saat ini karena pada saat menanam ada yang menggunakan benih-benih ilegitim atau mariless. Sehingga upaya Ditjen Perkebunan mendorong ada uji DNA benih yang beredar.

Peran benih yang baik dan benar itu sangat menentukan dan penting. Walau pun dari segi biaya untuk perbenihan kelapa sawit hanya 7 persen, namun perannya sangat menentukan. “Jadi awal kehidupan perkebunan ditentukan dari benih,” ujar Saleh.

Saleh mengatakan, pentingnya benih yang baik dan benar adalah modal dasar dari keberhasilan perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Kesalahan penggunaan benih akan mengakibatkan kerugian selama umur ekonomi tanaman kelapa sawit.

Lebih lanjut Saleh mengatakan, pemerintah dalam melakukan pengawasan peredaran benih untuk melindungi para pekebun. “Harus ada yang menjamin bahwa benih-benih yang diberikan kepada pekebun-pekebun kita itu harus benih yang baik dan benar,” katanya.

Persyaratan mutu benih kelapa sawit saat ini sudah ada SNI bernomor 8211:2015. Dalam pengawasannya, Kementan beberapa langkah. Pertama, mutu kecambah dengan melihat aspek mutu genetik, mutu fisiologis dan mutu fisik atau morfologi.

Pemerintah juga melakukan pengawasan peredaran benih melalui SP3BKS yakni surat permohonan permintaan penyediaan benih kelapa sawit (SP3BKS).

Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS Ahmad Munir mengatakan, rendahnya produktivitas sawit rakyat berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Solusi yang dilakukan BPDPKS, lanjut Munir, adalah program dana bantuan peremajaan untuk pekebun dengan menggunakan dana pungutan ekspor sawit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas petani dalam peningkatan kesejahteraan dari petani itu sendiri.

Dana yang berhasil dihimpun dan diolah BPDPKS selanjutnya disalurkan baik untuk PSR maupun Sarpras, bae siswa dan sebagainya. “Dampaknya adalah stabilisasi harga sawit, peningkatan kesejahteraan petani dan pengembangan industri sawit yang berkelanjutan,” kata Munir.

Lebih lanjut Munir menuturkan, untuk mendukung produktivitas petani swadaya ditempuh melalui program penanaman kembali secara besar-besaran. Hal ini bertujuan membantu petani swadaya memperbarui perkebunan sawitnya yang berkelanjutan dan berkualitas dan mengurangi resiko pembukaan lahan ilegal.

Untuk melakukan ini semua beberapa prinsip yang perlu dicermati terkait peremajaan sawit rakyat, pertama, legalitas. Petani swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas.

Selain itu ada aspek produktivitas. Standar produktivitas untuk program penanaman kembali 10 ton/Ha TBS dengan melihat kepadatan tanaman kurang dari 80 pohon/Ha.

Munir mengatakan, sertifikasi ISPO untuk petani dalam rangka memastikan prinsip keberlanjutan. Peserta program ini diharuskan mendapatkan sertfikasi ISPO pada panen pertama.

“Jadi prinsip sustainabilitas, artinya tetap berkelanjutan dari awal sampai akhir. Tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan para petani,” jelas Munir.

Andi Sidik dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalimatan Timur (Kaltim) mengatakan, sejak 2017 hingga 2021 luas tanaman peremajaan kelapa sawit melalui BPDPKS yang terealisasi seluas 5.054,465 Ha atau 21 persen dari potensi di Kabupaten Paser seluas 2.000 Ha dan Kutai Kartanegara seluas 240 Ha.

Untuk kegiatan Sarpras tahun 2021 di Kaltim ada tiga kelembagaan di Kabupaten Paser yang mengajukan, yakni KUD Sawit Jaya seluas 50 Ha berupa peningkatan jalan produksi, Gapoktan Laburan Bersatu dan Gapoktan Jaflorensia Jayaseluas 50 Ha berupa intensifikasi. “Sampai saat ini kegiatan Sarpras belum terealisasi karena menunggu Rekomtek dari pusat,” ujar Andi.

Andi menyebutkan, untuk kegiatan SDM pada 2021 di Kabupaten Paser tealokasi 360 orang dengan dua tahap pada 6 KUD. Tahap pertama ditargetkan 180 orang. Sedangkan yang terealisasi sebanyak 248 orang atau 137 persen.

Ketua KUD Sawit Jaya Aliyadi mengatakan, petani senang mendapat dana hibah sehingga sangat antusias mengikuti program PSR. Karena dalam peremajaan sawit petani bisa menggunakan benih unggul.

“Tapi bulan November 2020 ketika mengajukan lagi ternyata sampai sekarang Rekomtek saja belum terbit,” ujar Ali yang juga Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (Aspekpir) Kaltim itu.***